Crimea Dalam Bahaya Besar, Rusia Belum Bertindak Tegas! – Perang dingin antara Rusia dan Ukraina hingga kini masih belum usai. Terlebih Pangkalan Udara Rusia di Saky, Crimea telah dibumihanguskan, Rabu (100822) waktu setempat. Tercatat bahwa terjadi lebih dari 10 ledakan hebat yang mengitari seluruh Pangkalan.
Menurut kabar Sindonews, ledakan tersebut diduga merupakan upaya Ukraina dalam melakukan operasi sabotase. Dan menariknya lagi, Rusia sama sekali tidak melakukan tindakan yang begitu tegas dalam menyikapi ancaman tersebut. Terlihat bahwa sistem pertahanan rudal, S-400 yang mereka miliki tidak digerakkan.
Tak cukup sampai di situ saja, serangan lanjutan tersebut terjadi lagi beberapa hari kemudian. Pada peristiwa itu, citra satelit Rusia mengidentifikasi kalau 10 pesawat hancur. Alih – alih membela diri, Ukraina mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan serangan misterius.
Di sisi lain, Rusia juga tidak menutup kemungkinan bahwa peristiwa itu terjadi atas dasar insiden di luar operasi yang berawal dari tempat pembuangan amunisi di sekitar pangkalan. Lebih tepatnya mereka telah memberdayakan dukungan udara demi mengantisipasi serangan dan invasi dari negara lain.
Invasi Tersembunyi Ukraina
Mengacu pada kondisi tersebut, beberapa ahli menuturkan bahwa ledakan tersebut merupakan salah satu invasi tersembunyi Ukraina. Walaupun mereka tidak begitu jelas adanya bukti – bukti nyata dari Moskow atau pun Kiev, akan tetapi sistem pertahanan udara Rusia S-400 tidak mampu menyelamatkan pangkalan. Hingga kini pun kasus tersebut masih belum terdeteksi secara keseluruhan.
Para pakar udara serangan tersebut boleh jadi merupakan rudal buatan Amerika Serikat, MGM-140 ATACMS. Karena mereka mampu membaca serangan udara di laut hitam yang tak menentu. Terlebih seorang ahli strategi pertahanan Rusia, Viktor Kevliuk menyebutkan kalau Ukraina bisa saja meluncurkan rudal anti-radar AS, AGM-88 HARM yang bisa dioperasikan melalui Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS).
Di sisi lain, Euromaidan Persyaratan menyebutkan sejumlah akun resmi intelijen setempat mengamati serangan tersebut dan mampu mencetak akurasi lebih dari 200 km dari wilayah Crimea. Walau sejatinya AS tidak mengijinkan Ukraina untuk menggunakan ATACMS secara terbuka, namun mereka bisa saja mendapatkannya secara ilegal.
Lebih lanjut, Kevliuk sangat yakin pihak Ukraina memiliki rudal anti-kapal Neptune yang dikenal sebagai senjata terpercaya yang mampu menghancurkan armada perang Moskva beberapa bulan lalu. Walaupun rudal tersebut tidak memberikan efek besar terhadap serangan laut, tapi misil yang mereka usung memiliki koordinat sistem pelacak area (GPS) demi mencapai daratan. Ironisnya, serangan mereka tidak tertangkap kamera pengintai.
Kondisi tersebut mengartikan serangan Ukraina boleh jadi tepat sasaran. Akan tetapi semua pihak tidak harus menuding mereka melakukan invasi secara diam – diam. Karena dari jangkauan rekaman, Pangkalan Udara Saky mengalami sabotase tak wajar dan bahkan mendapatkan perlakukan secara terstruktur.
Ingin Sudahi Perlawanan
Pakar udara yang sekaligus koresponden Bild, Julian Ropcke menyatakan bahwa Ukraina ingin segera menyudahi perlawanan Rusia. Karena sejak beberapa tahun terakhir telah banyak korban yang melayang secara percuma. Terlebih pasukan militer mereka tampak kekurangan tenaga untuk mengantisipasi invasi yang masuk dari wilayah darat.
Menurutnya, serangan terjadinya ledakan tersebut berhasil menggulingkan citra satelit Rusia. Hal ini berbeda jauh dengan serangan rudal yang diluncurkan dengan alasan sabotase Pangkalan Udara Saky. Diartikan bahwa serangan tersebut boleh jadi berasal dari bahan peledak jarak jauh yang diluncurkan tentara militer Ukraina. Akan tetapi mereka masih bungkam dan tetap tidak turun tangan dalam melakukan pembelaan.
Menyikapi kejadian itu, salah seorang kepercayaan pemerintahan Ukraina menuturkan kepada The New York Times. Pihaknya sama sekali tidak membela negaranya atas keterlibatan ledakan tersebut. Malahan Ia mengklaim adanya pasukan khusus dari pihak luar yang sengaja merusak Pangkalan Udara Saky.
Di sisi lain, potensi ledakan tersebut mengartikan bahwa perang dingin antara kedua belah pihak boleh jadi akan segera berakhir. Seperti diketahui Moskow tidak terlalu percaya kalau Ukraina bisa melancarkan serangan jarak jauh tanpa memikirkan risiko buruk yang akan terjadi di hari berikutnya.
Dampak dari peristiwa tersebut sejumlah penduduk Rusia yang berada di Crimea harus pulang lebih cepat. Akibatnya lalu lintas di wilayah Jembatan Kerch macet total. Namun tak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Bisa Jadi Ancaman Besar
Serangan yang berlangsung di Pangkalan Udara Saky menarik perhatian eks Mayor Jenderal Angkatan Darat Australia Mick Ryan. Ia turut menyalurkan suaranya melalui akun Twitter resminya yang berbunyi “Potensi serangan Ukraina bisa jadi ancaman besar terhadap Crimea”.
Diketahui bahwa Armada Laut Hitam Rusia tersebut memiliki peranan penting untuk menyalurkan invasi terhadap negara sekutu, terutama Ukraina. Akan tetapi kekuatannya kini boleh dibilang terkikis akibat operasi sabotase.
Menurut laporan Intellinews, Selasa (160822), Ryan tidak habis pikir mengapa sistem pertahanan Rusia sangat mudah ditembus bahkan pelakunya sangat sulit terdeteksi menggunakan sistem.
“Crimea benar – benar berada dalam masalah serius. Tak hanya Pangkalan Udara Saky, beberapa infrastruktur negara pun menjadi ancaman besar. Situasi ini membuat mereka semakin memanas,” tulis Ryan lewat akun Twitternya.
Ryan menambahkan hal tersebut berarti bahwa Rusia wajib melakukan peningkatan sistem keamanan dan pertahanan udara bahkan mungkin meregenerasi sistem militer di wilayah Crimea. Kehadiran S-400 dan sistem pertahanan lain bisa jadi meragukan untuk mengantisipasi serangan susulan. Dimana hal tersebut akan melemahkan ketangguhan Rusia terhadap invasi Ukraina.
Lebih dari itu, kegagalan tersebut akan memicu para investor lain untuk melakukan kerja sama persenjataan legal. Yang mana nasib Ukraina terbebas dari serangkaian perang dingin dan bahkan mereka layak mengakhiri potensi lautan api.